Palestina, Derita yang tak pernah usai

images

Konflik berkelanjutan tentang Palestina,  Pada tahun 1860, ketika Kekhilafahan Utsmaniyah masih berdiri, lahir seorang Yahudi asal Austria bernama Theodor Herzl, yang kemudian menjadi pendiri gerakan Zionis. Berprofesi sebagai pengacara, Herzl menyaksikan diskriminasi yang dialami oleh Yahudi di berbagai negara Eropa, sehingga ia mengusulkan pembentukan negara Yahudi untuk melindungi kaumnya

Gagasan ini ia tuangkan dalam buku berjudul *Der Judenstaat. Saat itu, di Palestina, umat Yahudi hidup damai berdampingan dengan umat Islam dan Kristen di bawah kekuasaan Turki Utsmani, khususnya di Yerusalem. Herzl berusaha mewujudkan negara Yahudi di Palestina dan menawarkan sejumlah besar uang kepada Sultan Abdul Hamid untuk membayar hutang Utsmani dengan imbalan penyerahan tanah Palestina.

Namun, Sultan Abdul Hamid menolak tawaran ini karena tanah tersebut merupakan tanah waqaf dan milik bersama yang jika diserahkan hanya untuk kaum Yahudi, dapat memicu konflik. Setelah Kekhalifahan Utsmaniyah kalah dalam Perang Dunia I, Palestina berada di bawah mandat Inggris melalui Deklarasi Balfour, yang akhirnya mengizinkan pemukiman Yahudi di tanah tersebut. Pada 14 Mei 1948, Israel memproklamirkan kemerdekaannya, dan sehari kemudian, pada 15 Mei 1948, terjadi Nakba besar-besaran di Palestina, yaitu pengusiran paksa penduduk Palestina, sehingga memicu konflik berkepanjangan antara rakyat Palestina yang memperjuangkan hak mereka melawan penjajahan Zionis yang terus berlanjut hingga saat ini.

 

Krisis pengungsi dan tempat tinggal Setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, tercatat 90 persen penduduk Palestina mengalami kelaparan akut, menurut data WFP (*World Food Program). Makanan dan air semakin langka, tempat penampungan pengungsi penuh sesak, dan tanpa bahan bakar, layanan listrik terhenti. Kondisi layanan kesehatan juga lumpuh. Situasi di Tepi Barat memburuk dengan persediaan makanan yang menipis. Bahkan sebelum 7 Oktober, sektor produktif di Gaza sudah sangat memprihatinkan, dengan berbagai layanan penting yang hampir tidak berfungsi

Krisis pangan dan kesehatan : tercatat pada oktober 2023 awal pertama kali serangan hamas tanggal 7 oktober 2023, tercatat 90 persen penduduk mengalami kelaparan akt berdasarkan data dari WFP (World Food Program), Makanan dan air hampir habis, tempat penampungan bagi para pengungsi sangat penuh sesak dan, tanpa bahan bakar, tidak ada listrik. Layanan kesehatan lumpuh.  Di Tepi Barat juga, kondisinya memburuk, dan makanan menipis. Dan itu kejadiannya pasca 7 oktober, namun kondisinya sebelum 7 oktober pun kondisinya juga lumayan sangat parah semua sektor produktif runtuh, layanan kesehatan dll di gaza sangat memperihatinkan.

 

Akses terbatas ke pendidikan dan pekerjaan  Konflik berkepanjangan tidak hanya berdampak pada pangan dan kesehatan, tetapi juga membatasi akses pendidikan bagi warga Palestina. Status politik dan penjajahan Zionis menyulitkan mereka untuk memperoleh pendidikan yang layak. Banyak anak-anak Palestina bergantung pada bantuan negara-negara tetangga dan badan-badan PBB. Seperti yang dijelaskan dalam laporan *Persatuan Universitas dan Kolese tentang Pendidikan Tinggi di Palestina, akses pendidikan sangat bergantung pada ketersediaan kebebasan ekonomi, politik, sosial, dan budaya, yang saat ini terhalang.

Ayo Hadir Bersama mereka….. 

Secara keseluruhan, kondisi Palestina sangat memprihatinkan, terutama karena mereka adalah penduduk tanah suci yang melindungi Masjidil Aqsa. Di tengah kondisi hidup yang paling sulit dan ironis, marilah kita bersama-sama menyediakan pangan, air bersih, layanan kesehatan, serta akses pendidikan yang terbaik untuk mereka..

 

Referensi bacaan :

1. fobzu.org

2. www.wfp.orh

3. www.unrwa.org

4. umsb.ac.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *